Otonomi Khusus Papua Sebagai Tonggak Transformasi SDM Orang Asli Papua

Budaya, Fokus87 Dilihat

Oleh: Dr. Imanuel Gurik, SE., M.Ec.Dev
Asisten II Setda Kab Tolikara/Pemerhati Pembangunan Papua

Tanggal 21 November 2025 adalah momentum penting bagi seluruh masyarakat di Tanah Papua karena kita memperingati Hari Jadi Otonomi Khusus Papua, sebuah kebijakan monumental yang selama lebih dari dua dekade telah menjadi dasar utama afirmasi dan perlindungan terhadap Orang Asli Papua (OAP). Otsus lahir dari kesadaran bahwa Papua memiliki kondisi geografis, sosial, historis, dan budaya yang unik sehingga membutuhkan pendekatan pembangunan yang berbeda dari daerah lain. Dalam perjalanannya sejak 2001 hingga diperkuat kembali melalui revisi pada tahun 2021, Otsus terus menjadi instrumen penting negara untuk memperkecil kesenjangan pembangunan dan memastikan OAP memperoleh akses serta perlindungan yang layak.

Peringatan Hari Jadi Otsus tahun ini mengajak kita untuk melakukan refleksi mendalam. Kita harus berani bertanya: sejauh mana Otsus telah memberikan dampak nyata bagi peningkatan kualitas hidup OAP? Apakah kebijakan ini benar-benar menjawab kebutuhan fundamental masyarakat Papua? Dan terutama, apakah Otsus telah memperkuat kualitas SDM Papua sebagai fondasi masa depan? Sebab pembangunan fisik dapat dibangun ulang, anggaran dapat naik turun, tetapi manusia Papua adalah pondasi jangka panjang yang akan menentukan arah Papua ke depan.

Esensi Otsus adalah memberikan perlindungan, ruang, dan peluang bagi OAP untuk berkembang melalui pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan pemerintahan. OAP harus menjadi subjek utama pembangunan, bukan sekadar objek program. Namun kita harus jujur bahwa perjalanan Otsus masih menghadapi tantangan besar. Pendidikan belum merata, terutama di wilayah pegunungan yang masih kekurangan guru, sarana pendidikan terbatas, serta akses internet yang belum memadai. Masalah kesehatan dasar seperti stunting, gizi buruk, kematian ibu dan bayi, dan keterbatasan fasilitas kesehatan masih menjadi kenyataan. Jumlah SDM profesional OAP seperti dokter, insinyur, akademisi, tenaga IT, dan pejabat ahli masih sangat terbatas. Sementara itu, banyak pemuda Papua yang belum mendapat akses yang cukup terhadap beasiswa, pelatihan, dan kesempatan kerja.

Berbagai tantangan ini menegaskan bahwa Otsus harus diarahkan lebih kuat pada pembangunan manusia Papua. Papua tidak akan bangkit tanpa manusia Papua yang bangkit. Itu berarti kita harus memperkuat fondasi SDM sejak usia dini, memprioritaskan pendidikan, memastikan kesehatan generasi penerus, dan membuka ruang yang luas bagi anak muda Papua untuk berkembang.

Dalam kerangka itu, Pemerintah Kabupaten Tolikara di bawah kepemimpinan Bupati Willem Wandik, S.Sos., dan Wakil Bupati Yotam Wonda telah mengambil langkah-langkah nyata untuk menjawab amanat afirmasi Otsus melalui berbagai program strategis penguatan SDM. Tolikara memahami bahwa pembangunan manusia harus dimulai dari fondasi yang paling awal. Karena itu, Program 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) dijalankan sebagai prioritas untuk memastikan bahwa bayi Papua memperoleh gizi yang cukup sejak dalam kandungan hingga usia dua tahun. Langkah ini penting karena 80% perkembangan otak manusia terjadi pada periode ini.

Selain itu, Pemda Tolikara juga melaksanakan Program SARAPAN SEHAT ANAK SEKOLAH (SARASEHANS) bagi pelajar SD dan SMP untuk memastikan anak-anak datang ke sekolah dengan perut kenyang, berenergi, dan siap menerima pelajaran. Program ini menjadi intervensi langsung terhadap gizi harian anak sekolah dan membuktikan bahwa pembangunan SDM harus dimulai dari meja makan anak Papua.

Dalam memperkuat sendi-sendi sosial kehidupan masyarakat, pemerintah juga menyadari peran besar gereja di Tanah Papua. Karena itu, Pemda Tolikara menyediakan bantuan insentif melalui Gereja/Jemaat sebagai bagian dari tanggung jawab negara terhadap institusi keagamaan yang selama ini menjadi pilar moral, pendidikan informal, dan pusat kehidupan sosial masyarakat Papua. Bantuan ini difokuskan untuk mendukung pelayanan gereja melalui jemaat dengan mekanisme yang diatur sesuai struktur organisasi pelayanan masing-masing gereja. Dukungan tersebut secara khusus menyasar para pelayan Tuhan seperti Pendeta, Gembala, Diaken, dan Majelis, yang setiap hari melayani umat hingga ke kampung-kampung terpencil. Kebijakan ini menegaskan bahwa negara hadir bukan hanya dalam pembangunan fisik, tetapi juga dalam menopang keberlanjutan pelayanan rohani yang telah lama menjadi tulang punggung pembinaan karakter dan kehidupan sosial Orang Asli Papua.

Tidak berhenti di situ, Tolikara juga mengambil langkah besar dalam peningkatan kapasitas ASN dan mahasiswa. Pemda telah menjalin MoU dengan Universitas Cenderawasih (UNCEN) untuk membuka Kelas Tolikara bagi ASN, sehingga aparatur sipil dapat melanjutkan pendidikan tanpa harus meninggalkan daerah. Ini adalah terobosan penting untuk meningkatkan profesionalisme birokrasi dan memastikan jabatan strategis ke depan diduduki oleh ASN OAP yang berpendidikan dan kompeten.

Untuk mempersiapkan generasi muda Papua dalam menghadapi perubahan teknologi global, Pemda Tolikara menjalin kerja sama dengan Institut Teknologi Del (IT Del) bagi mahasiswa berprestasi. Ini membuka peluang bagi putra-putri Tolikara belajar dalam ekosistem pendidikan teknologi berkualitas tinggi dan menjadi bagian dari generasi Papua yang menguasai teknologi digital, energi, robotik, dan inovasi masa depan.

Sebagai bentuk keberpihakan terhadap mahasiswa Papua, Pemda Tolikara juga mulai menerapkan Program Bantuan Studi Akhir bagi mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsi, tesis, atau tugas akhir. Program ini memastikan tidak ada mahasiswa Papua yang tertunda lulus hanya karena kendala biaya. Pada tahun depan, Pemda juga akan mereformasi pola bantuan studi reguler agar lebih tepat sasaran, lebih berorientasi prestasi, serta benar-benar berpihak kepada mahasiswa OAP sesuai amanat afirmasi Otsus.

Keseluruhan program ini menunjukkan satu pesan penting: bahwa Tolikara benar-benar memaknai Otsus sebagai ruang untuk membangun manusia Papua dari akar yang paling awal, dari rahim ibu hingga ke bangku kuliah dan dunia kerja. Tolikara berkomitmen menjadikan afirmasi Otsus bukan sekadar regulasi, tetapi tindakan nyata yang menyentuh hidup masyarakat.

Dengan berbagai langkah strategis tersebut, Tolikara dapat menjadi laboratorium nyata implementasi Otsus, terutama dalam pembangunan SDM OAP. Pembangunan yang dimulai dari kampung, memperkuat pelayanan dasar, menguatkan kapasitas ASN, mempersiapkan mahasiswa unggul, meningkatkan kesehatan dan gizi anak, hingga mendukung pelayanan gereja dan jemaat, adalah fondasi yang perlu diperluas di seluruh Papua Pegunungan.

Pada akhirnya, refleksi Hari Jadi Otsus mengantar kita pada kesimpulan tegas: Otonomi Khusus hanya akan berdaya guna jika menjadi jembatan bagi peningkatan kualitas SDM OAP. Karena itu, pembangunan Papua harus semakin terarah pada pendidikan berkualitas, kesehatan ibu dan anak, ekonomi lokal berbasis potensi wilayah, peningkatan kompetensi ASN, penguatan gereja, dan tata kelola dana Otsus yang transparan.

Dalam semangat Hari Jadi Otsus, saya mengajak seluruh masyarakat Papua untuk menjaga komitmen bahwa pembangunan Papua harus dimulai dari manusianya. Jalan menuju Papua yang maju, mandiri, dan bermartabat hanya dapat dicapai apabila kita melindungi, menguatkan, dan memajukan Orang Asli Papua sejak dini.

Karena itu marilah kita menghidupi pesan besar ini:
“Dalam Semangat Otonomi Khusus, Mari Kita Proteksi dan Tingkatkan Terus SDM Orang Asli Papua.”

Semoga Tuhan memberkati Tanah Papua. Semoga generasi emas Papua bangkit dari kampung-kampung kita. Dan semoga Otsus benar-benar menjadi jembatan menuju masa depan Papua yang lebih terang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *