BOGOR, WP — Bupati Kabupaten Tolikara, Willem Wandik, S.Sos, menekankan pentingnya pendekatan berbasis kampung dan budaya lokal dalam pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di wilayah Papua Pegunungan. Hal ini disampaikan saat menghadiri forum nasional bertema “Penguatan Koordinasi Kegiatan Program Prioritas Presiden Melalui Optimalisasi Program Makan Bergizi Gratis di Wilayah Indonesia Bagian Timur” yang diselenggarakan oleh Badan Gizi Nasional di Aston Sentul Lake Resort and Conference Center, Bogor, Jawa Barat, Jumat (25/7).
Acara yang dipimpin langsung oleh Kepala Badan Gizi Nasional, Dr. Ir. Dadan Hindayana ini dihadiri oleh para gubernur, bupati, dan wali kota dari wilayah Indonesia bagian timur. Dalam forum tersebut, Bupati Willem Wandik menyampaikan pandangan kritis bahwa penyelesaian persoalan gizi tidak cukup hanya melalui penyediaan makanan di sekolah. Menurutnya, akar persoalan gizi dan stunting berada di rumah tangga, bukan di ruang kelas.
“Program makan bergizi bukan hanya soal menyediakan makanan untuk anak-anak sekolah. Ini tentang menyelamatkan generasi bangsa sejak dini, terutama dalam masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan,” ujar Willem.

Bupati Willem Wandik mengungkapkan bahwa Kabupaten Tolikara masih menghadapi tantangan besar terkait stunting. Angkanya tercatat tinggi, yakni antara 34 hingga 37 persen, jauh di atas rata-rata nasional. Tantangan tersebut tidak hanya berasal dari sisi asupan gizi, tetapi juga dari keterisolasian wilayah, minimnya infrastruktur dasar, serta ketergantungan pada pasokan pangan dari luar.
Pemkab Tolikara, lanjutnya, telah memasukkan semangat Program MBG ke dalam dokumen perencanaan seperti RPJMD dan RKPD tahun 2025. Fokus utama diarahkan pada intervensi gizi sejak kehamilan hingga anak berusia dua tahun, dengan pelibatan langsung gereja, tokoh adat, PKK, dan kader Posyandu sebagai pendamping keluarga. Bupati Willem Wandik juga menekankan pentingnya pemanfaatan bahan pangan lokal seperti ubi, keladi, sagu, ikan, dan daging sebagai sumber MPASI yang sehat, murah, dan berkelanjutan.

“Papua bukan Jawa, dan Tolikara bukan Jakarta. Kami tidak bisa dipaksa mengikuti standar nasional yang tidak sesuai dengan realitas kami. Pendekatan MBG harus kontekstual, berbasis budaya, dan relevan dengan kondisi masyarakat kami,” tegasnya.
Ia mengusulkan agar implementasi MBG di wilayah Papua Pegunungan lebih diarahkan pada pelatihan penyusunan menu MPASI berbasis pangan lokal dibandingkan sekadar distribusi makanan instan yang belum tentu diterima oleh masyarakat.
Lebih lanjut, Bupati Willem Wandik menyampaikan harapan agar pemerintah pusat tidak lagi melakukan pemangkasan terhadap Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), maupun Dana Otonomi Khusus (Otsus) yang sangat dibutuhkan untuk menjalankan program-program dasar di daerah tertinggal.
“Kami sedang mengejar ketertinggalan puluhan tahun. Yang kami butuhkan adalah dukungan penuh, bukan pengurangan anggaran,” ujarnya.

Ia menutup sambutannya dengan mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama membangun generasi Papua yang sehat dan berdaya saing, dengan mengedepankan gotong royong dan kearifan lokal sebagai fondasi utama.
“Mari kita bangun generasi Papua yang sehat dari rumah, dari kampung, dari pangan lokal, dan dari budaya kita sendiri. Tuhan memberkati kita semua,” tutupnya, disambut hangat dengan sapaan khas dari berbagai daerah: Syalom, Wa Wa Wa Wa, Waniambe, Yo Suba, Tabea Tabea, Matur Nuwun, Horas, Ya’ahowu. (Diskominfo Tolikara)








