Lahirnya Gereja Pribumi GIDI: Keteguhan Iman dari Pirime 1963

Fokus, GIDINews, Religi255 Dilihat

Karubaga-Pahlawan-pahlawan Gereja Pribumi GIDI dari Wilayah Toli, Bogo, dan Yamo telah meninggalkan jejak sejarah penting pada Sidang Konferensi pertama di Pirime, 12 Februari 1963. Tujuan konferensi saat itu adalah untuk menentukan arah denominasi: apakah mengikuti Gereja Baptis, GKI, atau Gereja Reformasi yang berkembang di Manokwari.

Namun, para tokoh dari ketiga wilayah tersebut memilih keputusan yang berbeda. Mereka bersepakat untuk berdiri sendiri sebagai Gereja Lokal atau Gereja Pribumi. Keputusan monumental ini lahir dari sebuah pertanyaan sederhana yang disampaikan oleh Bapak Iyawon Yikwa dari Kelila kepada para misionaris:
“Apakah Injil yang bapak-bapak bawa ini akan dibawa kembali ke daerah asal, atau tetap tinggal di sini bersama kami?”

Pertanyaan itu dijawab tegas oleh para misionaris:
“Kami tidak akan membawa pulang Injil ini. Injil yang kami bawa adalah untuk kalian.”

Mendengar jawaban tersebut, para orang tua terdahulu memutuskan dengan iman yang teguh: Injil harus berakar di tanah ini, berdiri kokoh sebagai Gereja Pribumi yang kemudian dikenal sebagai Gereja Injili di Indonesia (GIDI).

Sejak saat itu, berdirilah sebuah tonggak sejarah iman yang mengakar di hati umat, bukan sekadar warisan, tetapi juga panggilan untuk menjaga dan meneruskan Injil di Tanah Papua.

“Wone Tawi paga in wakogogwarak kolewi Allah wone waganegwarak abu iya aret ooo. Kinaonak waa… waa.
Tawi Lapunuk Tenggap ambime, aret nonggo monggorakme, Gereja ninalik aret kolawok oo… yeregwarak.”

Syair iman ini terus menggema sebagai pengingat bahwa GIDI lahir dari pilihan yang murni, penuh pengorbanan, dan ditopang oleh iman yang tak tergoyahkan. (doc/GIDI)*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *